NewsNow.id, Jakarta – Salah satu perusahaan konsorsium pengelola SPAM Batam, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, diputus bersalah melakukan persekongkolan tender revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM).
Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), PT PP Tbk divonis harus membayar denda Rp 16,8 miliar, bersama PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk dan PT Jakarta Propertindo (JakPro).
Dalam putusan majelis komisioner KPPU yang disampaikan pada Selasa (18/7/2023), PT PP dikenakan denda paling tinggi dari yang lain. PT JKMP didenda Rp 11,2 miliar dan PT Jakpro tidak dikenakan denda, hanya diminta untuk tidak melakukan tindakan diskriminatif dan/atau segala bentuk persekongkolan untuk mengatur atau menentukan pemenang tender di masa yang akan datang.
Dalam perkara 17/KPPU-L/2022 tentang Pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Pengadaan Pekerjaan Pelaksanaan Proyek Revitalisasi Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki Tahap III, KPPU memutuskan 3 perusahaan itu terbukti bersalah.
“Menyatakan bahwa Terlapor I (Jakpro), Terlapor II (PP), dan Terlapor III (JKMP) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,” ujar Majelis Komisi di Kantor KPPU, Jakarta Pusat, Selasa (18/7).
Dari hasil penelusuran dan pemeriksaan dokumen, KPPU menyatakan pelanggaran terhadap UU 5/1999 tersebut telah memenuhi unsur-unsur persekongkolan dan pengaturan pemenang tender. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Diterangkan, pada kasus ini, PT PP dan PT JKMP mengikuti tender sebagai suatu kerja sama operasional atau konsorsium (KSO) PP-JAKON. Demikian juga PT Jakpro.
Pada 21 Juli 2021, Jakpro mendadak membatalkan tender, setelah keluar hasil peringkat tender. Karenanya terpaksa dilakukan tender ulang dan pada 16 Agustus 2021 ditetapkan KSO PP-JAKON sebagai pemenang tender tersebut.
Majelis Komisi menilai Jakpro telah melakukan upaya bersekongkol dengan cara membatalkan tender pertama. Tindakan ini dianggap sebagai tindakan memfasilitasi yang dikategorikan sebagai perbuatan bersekongkol.
Ketika dikonfirmasi, Komisioner KPPU Candra Setiawan membenarkan keputusan tersebut. “Benar, KPPU telah menetapkan ketiga perusahaan tersebut terlibat dalam persekongkolan dan dijatuhi hukuman denda,” kata Chandra, dikutip dari BatamNow.com, di Jakarta, Sabtu (22/7/2023).
Soal keberatan dari ketiga perusahaan tersebut, Chandra mengatakan, “Silahkan saja, tapi KPPU tentu sudah bekerja berdasarkan bukti-bukti yang ada”.
SPAM Batam
Seperti diketahui, SPAM Batam kini dikelola oleh konsorsium PT PP Tbk dan PT Moya Indonesia yang membentuk joint company dengan nama PT Air Batam Hulu dan PT Air Batam Hilir.
Berkaca pada kasus persekongkolan pada proyek TIM di Jakarta, nampaknya patut dipertanyakan, apakah kedua perusahaan ini bersekongkol dengan BP Batam sehingga dimenangkan pada tender?
Fakta di lapangan, seusai 25 tahun konsesi SPAM Batam ditangani PT Adhya Tirta Batam (ATB), masalah makin pelik. Warga makin tak terlayani dengan baik. Air minum keseringan macet di berbagai wilayah. Terpaksa warga harus membeli air galon, bahkan menampung air hujan untuk memenuhi kebutuhan airnya. Kedua perusahaan tersebur plus induk semangnya pun hanya bisa berkelit dengan 1001 alasan.
Beberapa waktu lalu, PT Moya Indonesia juga bermasalah, di mana Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta secara tegas meminta PJ Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono agar membatalkan MoU pengelolaan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara PAM Jaya dan PT Moya Indonesia (MI).
Kalau kedua pengelola SPAM Batam bermasalah, lantas apa yang bisa diharapkan oleh warga? Di sisi lain, sikap Kepala BP Batam ex-officio yang ngotot mengganti pipa-pipa dan menelan biaya Rp 4,5 triliun juga patut dipertanyakan.
Apalagi, Presiden Direktur (Presdir) PT Adhya Tirta Batam (ATB) Benny Andrianto, jelas-jelas sudah menyatakan, jaringan perpipaan diserahkan dalam kondisi baik kepada BP Batam. Penyerahannya prosedural mulai dari verifikasi dan validasi oleh PT Surveyor Indonesia sebagai pihak yang berkompeten.
Ironis memang bila betul soal air yang adalah hajat hidup banyak dan hak asasi manusia (HAM) saja masih ‘dimainkan’ oleh pejabat lokal dengan melibatkan pihak swasta. Kasihan warga yang hanya bisa menjerit lantaran air pun tak menetes di rumahnya. Padahal, setiap bulan warga tetap ditagih bayar air SPAM dan didenda bila terlambat membayar. (RN)