NewsNow.id, Jakarta – Hukuman pidana penjara seumur hidup terhadap terdakwa Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, dinilai jauh dari rasa keadilan. Padahal, Sambo didakwa melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman hukuman mati.
“Sudah sepantasnya terdakwa dijatuhi hukuman maksimal, yakni hukuman mati. Tapi nampaknya jaksa masuk angin dan mengajukan tuntutan hukuman penjara seumur hidup,” kata Kamaruddin Simanjuntak, kuasa hukum keluarga (alm) Brigadir J, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Meski begitu, kata Kamaruddin, dengan adanya Pasal 28A UUD 1945, secara konstitusi Indonesia tidak lagi mengenal hukuman mati. Namun, Pasal 10 KUHP tentang Stelsel Pemidanaan, Indonesia masih menganut hukuman mati. “Negara-negara yang beradab tidak lagi mengenal hukuman mati untuk memberi kesempatan kepada terpidana menyadari kesalahannya dan bertobat,” terangnya.
Lanjut Kamaruddin menjelaskan, pembunuhan itu sudah dia rancang sebulan sebelumnya, sekitar Juni 2022. “Jaksa dalam pertimbangannya menilai tidak yang meringankan hukuman Sambo. Apalagi, secara kualitas, kejahatan yang dilakukan Ferdy Sambo tergolong luar biasa,” ungkapnya.
Dia menilai, penyidik di kepolisian maupun jaksa tidak maksimal dalam mengusut tuntas kasus pembunuhan Brigadir J. Tidak maksimalnya kerja para penegak hukum ini lantaran Sambo merupakan sosok yang kuat.
“Dia (Sambo) kan bak The Godfather. Dia diduga mengelola uang yang sangat besar, mencapai Rp155 triliun, yang berasal dari judi online, belum lagi dari narkoba, prostitusi, dan sebagainya. Itu ibarat lagu Bengawan Solo, mengalir sampai jauh,” tuturnya.
Kamaruddin mengatakan, dana yang demikian besar, dikelola Sambo. Namun, dia tidak merinci kemana saja dibagikan dana sebesar itu. “Soal dibagi kemana saja, saya tidak tahu persis,” imbuhnya.
Dikatakannya lagi, Sambo telah membuat skenario untuk menghabisi Brigadir J. “Mereka melakukan dugaan simulasi pembunuhan satu minggu pertama itu,” seru Kamaruddin.
Harusnya, sambung dia, polisi mengambil CCTV dari para tetangga Ferdy Sambo. Dalam rekaman CCTV itu, terlihat adanya seseorang yang membunyikan petasan untuk menyamarkan suara tembakan.
“Bagaimana peran seseorang yang dirancang cuti untuk mengamankan situasi Duren Tiga dengan berdagang siomay. Bagaimana si Kodir memandu antara bunyi petasan di taman dengan memberi kode ke dalam, untuk menembak. Jadi petasan dulu bunyi, baru tembakan di dalam. Bagaimana si Romer dan si Daden menjagai di luar, apakah aman atau tidak. Jadi yang mau saya katakan selain tidak terjerat mereka ini dari hukuman maksimum, tetapi para pelaku ini belum semua dijerat dengan pasal, baik dengan 340 maupun 338,” bebernya. (RN)