NewsNow.id, Jakarta – Penetapan Kamaruddin Simanjuntak sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri dalam statusnya sebagai kuasa hukum Rina Lauwy, mantan istri ANS Kosasih Direktur Utama PT Taspen, dinilai sebagai bentuk kriminalisasi dan melanggar UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Terkait hal tersebut, Komisi Pengawas Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat Indonesia (DPP AAI) Officium Nobile, memanggil Kamaruddin untuk dilakukan pemeriksaan terkait kode etik advokat. Pemeriksaan dipimpin langsung oleh Jhonson Panjaitan Ketua Komwas DPP AAI Officium Nobile didampingi Lusiana Lovinda dan Esterina Ruru (Anggota Komwas) dan dilakukan secara hybrid karena ada beberapa anggota Komwas yang berada di luar kota. Sementara itu, Kamaruddin Simanjuntak didampingi oleh Kuasa Hukumnya, yakni, Johanes Raharjo, Nelson Simanjuntak dan Michel dari Kantor Hukum Viktoria.
“Hari ini adalah proses pemeriksaan Komisi Pengawas DPP AAI kepada saudara Kamaruddin Simanjuntak berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku bagi anggota advokat yang sedang menjalankan tugas,” kata Ketua Komisi Pengawas DPP AAI Officium Nobile, Johnson Panjaitan, dalam keterangan persnya di Gedung DPP AAI Officium Nobile, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (4/9/2023).
Pemeriksaan dilakukan, lanjut Johnson, karena diduga Kamaruddin mendapat kriminalisasi dari Bareskrim Polri terkait statusnya sebagai kuasa hukum atau pengacara kliennya.
“Perlu diketahui bahwa yang bersangkutan memiliki mandat atau surat kuasa dari kliennya yang dijalankannya sebagai profesi advokat. Adapun, dasar pelaporan yang dibuat adalah hoaks atau berita bohong. Artinya, telah terjadi kriminalisasi terhadap Kamaruddin,” tegas Johnson.
Dia menjelaskan, Kamaruddin dijerat dengan pasal penghinaan dan ITE. Awalnya, Kamaruddin mendapat pelaporan dari ANS Kosasih di Polres Jakarta Pusat. Anehnya, Polres Jakpus sendiri belum pernah melakukan pemeriksaan, namun tiba-tiba kasusnya ditarik ke Mabes Polri dan Kamaruddin langsung dijadikan tersangka.
Johnson menjelaskan, pihaknya menemukan dua titik yang dituduhkan yaitu, soal hoaks yang menyangkut dana Taspen sejumlah Rp 300 triliun dan video porno. “Ini bukan sesuatu yang baru, dan pernah dilakukan oleh pengacara Rina Lauwy sebelumnya. Rina kemudian mengumpulkan bukti-bukti dan itu dijadikan bahan untuk meminta bantuan hukum kepada rekan Kamaruddin Simanjuntak,” urainya.
Menyangkut video porno, Johnson meminta agar jangan sampai ini melewati batas. Sementara terkait dana Taspen Rp 300 triliun perlu diklarifikasi bahwa Kamaruddin sudah memegang mandat atau kuasa dari kliennya. “Proses kriminalisasi yang dilakukan oleh Mabes Polri seolah menjadi simbol dan andalan bagi penegakan hukum sipil. Padahal, tidak demikian. Seorang advokat tidak bisa dikriminalisasi lantaran melaksanakan tugas profesinya membela klien,” jelasnya.
Dikatakannya, karena ini menjadi masalah publik, maka hal itu menjadi tanggung jawab Kamaruddin untuk melakukan pembelaan, baik di dalam maupun di luar persidangan, untuk transparan dan akuntabel.
Dia juga menjelaskan, pemanggilan Kamaruddin merupakan upaya menegakkan kehormatan profesi advokat dengan menggunakan prosedur organisasi DPP AAI agar tidak sembarangan aparat penegak hukum mengkriminalisasi dan menjadikan advokat sebagai tersangka dalam menjalankan tugas. Yang diakui dan dilindungi sesuai dengan UU Advokat.
Ditambahkannya, dalam waktu dekat Komisi Pengawas juga akan memanggil Rina Lauwy untuk memberikan keterangan. “Kami juga akan meminta klarifikasi kepada penyidik serta berkomunikasi kepada ANS Kosasih,” ungkap Johnson.
Dirinya berharap semoga pihak-pihak yang bersama ANS Kosasih dapat merespons ini dengan positif untuk bahan perbaikan bagi negara ini, sebagaimana tugasnya sebagai Dirut Taspen.
Di sisi lain, Johanes Raharjo, Kuasa Hukum Kamaruddin menegaskan, UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat jelas mengatakan, “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk pembelaan Klien dalam sidang Pengadilan”.
Hal ini diperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013, di mana hak imunitas advokat telah diperluas cakupannya, bukan hanya di dalam ruang sidang pengadilan, tetapi juga di luar ruang sidang pengadilan pada saat menjalankan profesinya.
“Itu artinya, advokat diberikan hak imunitas yang telah dijamin oleh UU Advokat. Jadi, tidak ada yang dilanggar oleh Saudara Kamaruddin dalam perkara tersebut,” tegas Johanes. (RN)