NewsNow.id, Jakarta – Lima persoalan krusial yang terjadi di Kota Batam, secara langsung dilaporkan Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), kepada Komisi VI DPR RI, di Ruang Rapat Komisi VI DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Rombongan yang dipimpin oleh Muhammad Agus Fajri Ketua Dewan Pimpinan GNKP Provinsi Kepri menyampaikan masalah penjualan lahan bandara oleh BP Batam yang diduga telah melawan hukum kepada 4 perusahaan yang digunakan untuk membangun pergudangan dan properti. “Penjualan ini diduga telah menyalahi hukum karena berada di kawasan zona keselamatan penerbangan,” kata Fajri.
Kedua, terkait kasus Apartemen Indah Puri, di mana diduga ada kongkalikong antara pihak BP Batam dengan pengembang PT Guthrie Jaya Indah, yang semena-mena menetapkan biaya uang wajib tahunan (UWT) sebesar Rp 25 juta kepada para penghuni yang kebanyakan warga negara asing (WNA).
Banyak pemilik unit apartemen di sana, sudah membeli dengan cash. Lantaran menolak UWT yang selangit itu, bangunan pun langsung dirobohkan.
Ini diperparah dengan pencabutan izin penggunaan lahan secara sepihak oleh BP Batam terhadap PT Dani Tasha Lestari pemilik Hotel Pura Jaya, di Kawasan Nongsa, Batam, seluas 30 hektare. Konon kabarnya, BP Batam menggunakan data-data yang dimanipulasi.
Hal serupa juga terjadi terhadap Hotel Bali, di mana diduga BP Batam sengaja menghambat perpanjangan UWT dari PT Budi Karya Mashalim hingga IMB yang telah dikeluarkan kedaluwarsa.
Kejadian yang sama juga dialami PT Suka Harum Boga, di mana BP Batam melakukan pembatalan sepihak terhadap penguasaan lahan seluas 5.600 meter² di Tanjung Ucang.
Ketiga, rangkap jabatan Muhammad Rudi, selain sebagai Kepala BP Batam ex-officio, dia juga menjabat Wali Kota Batam.
“Rangkap jabatan ini menjadi sumber ‘malapetaka’ bagi warga Kota Batam. Karena Walikota yang harusnya melayani dan memikirkan kehidupan warga, justru lebih asyik bermain proyek-proyek di BP Batam. Ujung-ujungnya supaya dapat cuan. Apalagi, ini kan mau Pilkada Serentak 2024, dan kabarnya dia (Rudi) mau maju sebagai Gubernur Kepri,” kata Ketua Umum Forum Komunikasi Rakyat Indonesia (Forkorindo), Tohom TPS, yang ikut beraudiens dengan Komisi VI DPR RI.
Keempat, angka pengangguran dan tingkat kemiskinan di Batam yang melonjak yang dibarengi dengan investasi yang melorot tajam. Data terakhir menyebutkan angka pengangguran di Kota Batam mencapai 13.021 orang.
Kelima, karut marut proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), yang menggunakan dana pinjaman dari The Export-Import (Exim) Bank of Korea.
Proyek yang dikerjakan sejak 2017 silam dan direncanakan selesai 2019, hingga kini masih berantakan. Rencana sambungan pipa ke 11.000 rumah warga pun tak ada yang terealisasi. Bahkan, banyak jalan rusak akibat digali untuk ditanam pipa-pipa sekunder.
Proyek IPAL itu rencananya akan menyedot limbah rumah tangga hingga tinja dari rumah-rumah, dan pada akhirnya akan dikenakan tarif per meter³ yang dibayar konsumen. Proyek seperti ini tentu akan memberatkan warga, karena setiap rumah harus diobok-obok untuk dipasang saluran pipa, baik ke kamar mandi, wastafel, dan lainnya.
Menanggapi keluhan warga Batam yang disuarakan oleh GNPK, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Muhammad Sarmuji yang memimpin rapat dengar pendapat (RDP) tersebut, mengatakan pihaknya akan segera memanggil Kepala BP Batam Muhammad Rudi dan jajarannya untuk dimintai keterangan. “Kami akan jadwalkan memanggil Kepala BP Batam untuk bisa menjelaskan terkait aduan yang masuk ini,” ujarnya.
Ketika ditanya kapan Kepala BP Batam Muhammad Rudi akan dipanggil, dengan singkat Sarmuji mengatakan, “Nanti kita jadwalkan”.
Sementara itu, anggota Komisi VI yang hadir mengaku kaget dengan aduan ini. “Kami kaget mendapat laporan ini. Pasti akan kami panggil (Kepala BP Batam). Kasihan warga di sana, apalagi Batam dikenal sebagai daerah investasi strategis,” tutur Doni Akbar, politisi Partai Golkar. (*)