NewsNow.id, Batam – Pihak PT Makmur Elok Graha (MEG) menyebut tidak akan menggusur warga maupun kampung di Rempang bila mengembangkan pulau tersebut.
Melansir BatamNow.com, hal itu disampaikan oleh perwakilan PT MEG, Hadi yang hadir dalam satu pertemuan dengan para tokoh masyarakat dan warga Rempang-Galang di Simpang Pantai Melayu, pada Rabu (26/04/2023).
“Kita adanya penataan, yang disebut penggusuran itu tidak ada. Penataan itu pun kita diskusi duduk bareng dengan warga-warga setempat,” ujar Hadi ketika diwawancarai BatamNow.com bersama beberapa tokoh masyarakat Rempang.
PT MEG, lanjut Hadi, akan mengakomodir juga warga yang berprofesi di bidang perkebunan dan terdampak pengembangan Rempang.
“Kita akan coba juga bantu mereka buat kawasan perkebunan dan aqua culture-nya untuk di lautnya,” jelasnya.
Dijelaskan, PT MEG akan mengembangkan 17.000 hektare lahan di Rempang-Galang dan sedang fokus untuk Pulau Rempang yang berada di antara Jembatan IV dan Jembatan V Barelang ini.
“Cuma kita sekarang fokus di Jembatan IV sampai Jembatan V. Kita penginnya sesegara mungkin untuk melaksanakan pembangunan di Rempang ini,” tukasnya.
Sebelumnya, dalam diskusi yang sama, perwakilan warga Rempang yakni Gerisman Achmad menyampaikan bahwa mereka bersikukuh tidak mau bila kampung, penduduk juga lokasi pemakaman leluhur di sana digusur maupun direlokasi.
Bagi para warga Rempang, merelokasi sama saja dengan menggusur.
Intinya, kata Gerisman, tata letak rumah dan kampung mereka tidak boleh diubah.
“Yang kami minta, kampung sejarah kami tetap ada apalagi tadi dari pihak PT MEG mengatakan akan mereka tata. Tetapi tidak berubah dari situ,” tegas Gerisman yang juga Ketua Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT).
Di Pulau Rempang terdapat 16 kampung tua yang dihuni warga Melayu sejak 1834. Gerisman menegaskan, warga menolak keras dipindah (direlokasi) dari kampung leluhur mereka yang telah menetap dan dimakamkan di sana, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia apalagi pembentukan Otorita Batam yang kini menjadi Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Gerisman juga meminta BP Batam, Pemerintah Kota Batam maupun PT MEG turut melibatkan warga dalam perencanaan pengembangan Rempang. “Bukan kemauan sepihak dari BP Batam, dibuat masterplan terus kami semua dicampak ke Rempang Cate, itu kami menolak,” tegasnya.
Selain soal kampung, Gerisman meminta PT MEG juga nantinya memberikan solusi atas lahan-lahan perkebunan di Rempang maupun warga yang menggarapnya. “Karena sampai hari ini, penyuplai sayur-mayur ke Batam itu 60 persen ke Batam,” pintanya.
Ia berkilas balik, keberadaan lahan perkebunan di Rempang tak lepas dari kelalaian pihak pemerintah yang tidak sedari awal memberitahu areal-areal hutan di pulau tersebut. Padahal, aku Gerisman, hal itu sudah pernah dia minta kepada kementerian terkait.
“Tolong dipasang tandanya apakah ini hutan buruh, hutan lindung, hutan sosial, hutan produksi, hutan konservasi, tapi tidak mereka lakukan. Yang anehnya lagi, ketika orang sudah panen, baru mereka datang pasang di atasnya kalau tidak salah saya baca ‘Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan’ umpama ‘dilarang membuat aktivitas ini dan begini dan melanggar ini begini. Kan cari penyakit namanya,” ujar Gerisman.
Sebagaimana ramai diberitakan, peluncuran program Pulau Rempang sebagai pengembahan perekonomian baru di Batam digelar di Sekretariat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (12/04).
PT MEG anak perusahaan Grup Artha Graha milik Tomy Winata itu kembali ke Rempang setelah hampir 18 tahun sempat tertunda.
Peluncuran program itu sekaligus penyerahan SK HPL kawasan Rempang oleh Wakil Menteri ATR/BPN Raja Juli Antoni kepada Kepala BP Batam Muhammad Rudi, disaksikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto.
Menurut Rudi, BP Batam bakal menjadikan Pulau Rempang sebagai The New Engine of Indonesian’s Economic Growth dengan konsep “Green and Sustainable City”. Katanya, target investasi di pulau itu mencapai Rp 381 triliun dan akan menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 306 ribu orang. (*)