NewsNow.id, Jakarta – Hak-hak masyarakat adat harus diutamakan dan menjadi concern dari pemerintah. Bila diabaikan, sama artinya dengan melanggar hak asasi manusia (HAM).
Dilansir dari BatamNow.com, hal tersebut dikatakan Komisioner Pengaduan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Hari Kurniawan, usai menerima pengaduan dari warga Pulau Rempang, Batam, yang disampaikan oleh Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT), di Kantor Komnas HAM, di Jakarta, Senin (19/6/2023).
Menurutnya, apapun alasannya, hak-hak warga adat yang sudah mendiami suatu tempat, bahkan sejak ratusan tahun silam, tidak boleh dikesampingkan. “Kami di Komnas HAM juga concern memperjuangkan hak-hak masyarakat adat dan tanah ulayat,” tukasnya.
Dirinya mengaku miris dengan laporan warga Rempang yang sudah sekian tahun mendiami Pulau Rempang, Galang, Batam, tapi tidak juga memiliki sertifikat. Apalagi sekarang muncul masalah baru, mau direlokasi hanya gegara mau ada investasi di wilayah tersebut. “Kami akan sampaikan agar masalah ini cepat dimediasi dan dicarikan jalan keluarnya. Hak-hak sekitar 10.000 warga di sekitar 16 kampung tua di wilayah tersebut harus diberikan,” tegasnya.
Faktanya, kata Hari, warga tidak keberatan dengan adanya investasi di sana, tapi hanya menuntut agar tidak direlokasi.
Seperti disampaikan Ketua KERAMAT Gerisman Achmad, “Kami tidak anti terhadap investasi, tapi tolong jangan justru kami jadi digusur. Selama ini kami benar-benar telah dianaktirikan oleh Pemerintah Kota Batam. Jangankan diajak bicara, diundang datang ke kampung kami pun, Wali Kota Batam yang sekaligus Kepala BP Batam ex-officio sampai sekarang tidak datang. Mungkin dia takut ketemu dengan warga Rempang,” tukasnya.
Karena itu, Gerisman bersama warga Rempang lainnya yakni, Suardi, Rusli, Rahmad, Karimus, dan Raffi, secara khusus mendatangi Komnas HAM. “Kami juga akan menemui Kementerian ATR/BPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta DPR RI untuk mengadukan masalah ini,” terangnya.
Gerisman mengaku untuk datang ke Jakarta saja, rombongan dibiayai oleh patungan dari beberapa kampung. “Kami ingin Pemerintah Pusat bisa menyelesaikan persoalan ini. Kami juga warga negara Indonesia, bukan orang asing. Jadi, hargailah kami dan bantu supaya bisa mendapatkan hak-hak hidup di wilayah yang susah ada sejak nenek moyang kami,” pungkasnya. (RN)