NewsNow.id – Kontroversi terkait dugaan adanya kartel pada tarif tiket feri rute Batam-Singapura masih belum menemui titik terang, meski telah setahun dilaporkan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Hingga kini, KPPU masih terfokus pada proses kajian yang berkepanjangan.
“Terjadinya kartel pada penjualan tiket di pelabuhan laut sangat memungkinkan terjadi,” ujar Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Besar Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC), Dr. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin (5/8/2024).
Ia menjelaskan, situasi ini bisa terjadi karena adanya celah dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang menyatakan bahwa penentuan tarif harus melalui kesepakatan antara penyedia jasa dan pengguna jasa.
“Apalagi di Batam, yang notabenenya wilayah perairan yang dekat dengan Singapura. Itu (kartel) sangat mungkin terjadi,” tegas Hakeng.
Hakeng mendesak KPPU untuk segera menyelesaikan investigasi dan mengumumkan pihak-pihak yang terlibat dalam masalah ini. “Kartel muncul bisa juga karena ada pungutan liar yang dilakukan oleh operator pelabuhan atau stakeholder lokal. Karena punglinya cukup besar, maka biayanya dibebankan kepada pengguna jasa melalui kenaikan harga tiket,” paparnya.
Regulasi Penentuan Tarif
Dalam sebuah diskusi yang digelar oleh beberapa pihak terkait masalah ini di KPPU RI, Jakarta, beberapa waktu lalu, Kementerian Perhubungan menjelaskan bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 93 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut, trayek angkutan laut dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional dan/atau perusahaan angkutan laut asing.
“Tarifnya pun diatur oleh Menteri Perhubungan, telah ada perhitungan variable cost dan fixed cost. Hal ini juga sesuai dengan Undang-Undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang mengatur penentuan tarif harus melalui kesepakatan antara penyedia jasa dan pengguna jasa,” jelasnya.
Di sisi lain, Direktur Badan Usaha Pelabuhan BP Batam, Dendi Gustinandar, menyatakan bahwa kenaikan tarif disebabkan oleh beberapa faktor seperti berkurangnya jumlah penumpang, meningkatnya harga solar, serta naiknya biaya operasional.
Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia, Haris Muhammadun, menegaskan bahwa dalam angkutan laut, harga dibentuk berdasarkan ability to pay dan willingness to pay. Kedua faktor ini juga digunakan untuk menentukan tarif batas bawah dan batas atas, yang praktiknya bisa dilihat dalam industri penerbangan.
Komisioner KPPU, Mohammad Reza, menyatakan bahwa saat ini KPPU masih dalam tahap mengidentifikasi penyebab tingginya tarif serta faktor-faktor yang menghambat masuknya pelaku usaha baru dalam bisnis feri Batam-Singapura. KPPU juga menelusuri kemungkinan adanya perjanjian bilateral yang mempengaruhi bisnis ini, serta bagaimana mekanisme penetapan tarif feri antara kedua negara tersebut.
“Belum bisa diputuskan karena harus melalui pengkajian, termasuk memanggil semua pihak yang diduga berkaitan dengan masalah tersebut,,” kata Reza di Jakarta, hari ini.
Ia juga menambahkan bahwa pihaknya belum bisa memastikan kapan investigasi ini akan selesai. “Kita terus bekerja. Kalau semua sudah rampung baru kita tentukan apa tindakan atau keputusan yang akan diambil,” tutupnya. (R)