NewsNow.id, Jakarta – Aduan warga Rempang, Kota Batam, yang tergabung dalam Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT), ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, rencananya bakal dibahas minggu depan untuk menentukan waktu kunjungan langsung guna memberi solusi.
“Rapat penentuan waktunya baru minggu depan,” kata H Darmansyah Husein, Wakil Ketua Komisi I DPD RI, dapil Bangka Belitung, dilansir dari BatamNow.com, Rabu (28/06/2023).
Darmansyah mengatakan, dirinya berharap ada solusi terbaik bagi masyarakat di sana sehingga tanah yang mereka tempati selama ini tidak hilang. “Kami coba fasilitasi dan ajak semua pihak untuk bicara dan mencari solusi terbaik,” ujarnya.
Meski begitu, dia mengakui, sejauh ini jadwal Komisi I DPD RI sangat padat. “Banyak aduan yang kami terima dari seluruh Indonesia. Karenanya, saya berharap warga Rempang bersabar. “Kami coba agendakan kunjungan ke sana (Rempang), tapi belum bisa dipastikan kapan pastinya,” serunya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPD RI dapil Papua Barat Filep Wamafma, ketika ditanyakan mengaku, saat ini pihaknya sementara mempelajari laporan warga Rempang yang diterima.
“Namun karena pengaduan yang disampaikan, kebetulan kami sudah masuk akhir masa sidang, maka belum bisa segera kami ke lokasi,” jelasnya kepada media ini, di Jakarta.
Meski begitu, pihaknya berupaya setelah masa sidang bisa diagendakan. “Kita coba agendakan setelah masa sidang,” tukasnya.
Sebelumnya, pada Rabu, 21 Juni 2023 lalu, rombongan KERAMAT dipimpin langsung Ketuanya Gerisman Achmad, diterima oleh Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono bersama jajaran Komisi I DPD di Ruang Rapat Pimpinan DPD RI, Senayan, Jakarta.
Dalam penyampaiannya, Gerisman memaparkan sejumlah problematika dihadapi warga Rempang, mulai dari belum memperoleh sertifikat tanah lantaran dipersulit oleh Pemkot Batam, sampai wacana penggusuran yang akan dilakukan dengan alasan untuk investasi.
“Leluhur kami sudah mendiami Pulau Rempang sejak 1834 sampai kini. Sebelumnya kami masuk wilayah Bintan Selatan, tapi kemudian berpindah ke Pemkot Batam, sekitar 24 tahun lalu,” bebernya.
Ketika ditangani Pemkab Bintan, warga telah mendapat surat kepemilikan tanah (SKT), tapi ketika di-handle Pemkot Batam, harusnya dengan SKT sudah bisa dijadikan sertifikat hak milik (SHM), ini malah warga digantung-gantung terus. “Padahal, kami dulu sudah diminta melengkapi dokumen yang katanya untuk mengurus sertifikat, tapi nggak tahu sekarang dikemanakan dokumen-dokumen tersebut, karena sampai sekarang tidak jadi juga,” kata Gerisman.
Pembohongan publik yang diduga dilakukan Pemkot Batam, menurut warga Rempang, sudah keterlaluan. Bahkan, tanah di Rempang seluas 17.000 hektare mau dijual ke calon investor pun tidak ada pembicaraan sedikit pun dari Pemkot Batam atau BP Batam dengan warga.
“Pemkot Batam dan BP Batam yang dipimpin Muhammad Rudi slonong boy saja menjual Pulau Rempang ini, yang didiami sekitar 10.000 orang dan memiliki 16 kampung tua. Ini tidak boleh dibiarkan. Arogansi pemimpin seperti itu harus dilawan,” tegas Gerisman. (RN)