NewsNow.id – Kuasa Hukum Direktur PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan, Rusdianto, membeberkan kronologi dugaan permintaan dana Rp 7 miliar terhadap kliennya oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenhumkam) Edward Omar Sharif Hiariej dan dua asisten pribadinya.
Dilansir dari Tempo.co, Rusdi mengatakan awalnya pihak PT CLM meminta waktu untuk konsultasi soal permasalahan yang dialami Helmut Hermawan yang tengah bermasalah dengan pihak ZAS. ZAS saat ini sebagai direktur utama PT CLM yang baru.
“Saat itu Pak Wamen membawa sekaligus dua orang asprinya di dalam pertemuan, nah dua asprinya itu juga hadir di dalam satu ruangan,” kata Rusdi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/3/2023).
Rusdi menyebut saat itu Wamenkumham Edward, yang kerap disapa Eddy, mengatakan mengamanatkan persoalan PT CLM kepada dua orang asisten pribadi yang dianggap sebagai orang kepercayaannya.
“Nah, pada saat itu konon tersebutlah angka sebagai biaya,” ujar Rusdi.
Menurutnya, biaya tersebut muncul dari pihak Wamenkumham, namun ia tidak tahu peruntukan uang tersebut. Rusdi mengatakan jumlah dana yang diminta senilai Rp 7 miliar diberikan secara bertahap sebanyak tiga kali.
“Sampailah Rp 7 miliar yang semuanya diberikan melalui afiliasinya Pak Wamen,” ujar dia.
Pemberian pertama sejumlah Rp 2 miliar melalui rekening. Pemberian kedua sebesar Rp 2 miliar lewat rekening. Kemudian yang ketiga berjumlah Rp 3 miliar tunai dalam bentuk mata uang asing.
“Uang tunai itu diserahkan di ruangan asistennya itu, asprinya,” ujar dia.
Rusdi mengatakan alasan kliennya mengabulkan permintaan Wamenkumham Eddy karena ia sangat menghormatinya. Sehingga, kata Rusdi, kliennya takut dianggap tidak sopan dan terkesan tidak menghargai jika tidak memberikannya.
“Walaupun sebenarnya klien kami sedang dalam kondisi keuangan yang tidak baik,” kata dia.
Meski uang Rp 7 miliar telah diberikan, ternyata masalah yang dihadapi oleh Helmut Hermawan tidak selesai. Salah satunya adalah pengurusan administrasi di Direktorat Jenderal AHU (Administrasi Hukum Umum).
Akibat gagal mengurus perizinan di Ditjen AHU, Rusdi mengatakan kliennya kehilangan perusahaan dan diambil alih oleh pihak ZAS. “Karena diambil sama lawan, akhirnya akta kita yang terdaftar itu dikeluarkan dan akta lawan yang masuk. Maka akan secara formalitas kita dianggap tidak terdaftar kan,” katanya.
Dengan tidak terdaftarnya pengajuan yang dilakukan oleh kliennya, mengakibatkan seluruh akta yang pernah dilahirkan saat masih terdaftar di AHU menjadi ilegal. “Konsekuensinya mengakibatkan seluruh akta yang pernah dilahirkan ketika kita terdaftar di AHU itu menjadi 10 laporan pidana,” tutur dia.
Padahal, Rusdi menyebut awalnya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) kliennya. Pihak ZAS memasukkan pengajuan perizinan sehingga akta milik Helmut dinyatakan ilegal.
“Padahal prosesnya di Ditjen AHU sangat ajaib,” kata dia.
Rusdi meyakini adanya indikasi kriminalisasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap kliennya yaitu Helmut Hermawan. Ia meminta agar kepolisian bersikap netral dan tidak memproses berbagai laporan pidana kepada kliennya karena dirinya sedang mengajukan perbuatan perdata.
“Jadi sesuai dengan aturan perundangan maka pidananya harus dihentikan dulu menunggu perkara perdatanya inkrah. Untuk diketahui, saat ini kami sedang mengajukan gugatan keperdataan dan gugatan Tata Usaha Negera,” katanya.
Wamenkumham Eddy tidak menjawab pertanyaan Tempo soal tuduhan pertemuan atau aliran dana kepada dirinya atau dua asisten pribadinya. Ia mengatakan akan memberikan penjelasan setelah klarifikasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkumham.
“Akan ada penjelasan ke publik setelah klarifikasi ke KPK dan Itjen Kemenkumham,” kata Eddy dalam pesan tertulis kepada Tempo, Kamis (16/3).
Sebelumnya, salah satu asisten pribadi Wamenkumham, Yosi Andika Mulyadi, mengadukan balik Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso ke Bareskrim Mabes Polri. Pelaporan tersebut didasari atas dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Sugeng terhadap dirinya.
“Kami melakukan pengaduan di Bareskrim Polri atas dugaan pencemaran nama baik yang diduga dilakukan oleh saudara Sugeng Teguh Santoso selaku Ketua IPW,” kata Yosi melalui keterangan tertulis pada Rabu (15/3).
Terkait pelaporan Sugeng ke KPK soal kasus ini, Rusdi menghormati langkah Ketua IPW sebagai pengawas penegakan hukum. “Kami menghormati tindakan IPW untuk melaporkan ke KPK karena hal tersebut adalah tupoksi IPW sebagai pengawas penegakan hukum,” kata Rusdi.
Sebelumnya, Sugeng melaporkan Wamenkumham Edward Hiariej kepada KPK atas dugaan gratifikasi pada 15 Maret kemarin. Laporan tersebut berkaitan dengan kasus konflik kepemilikan saham PT Citra Lampia Mandiri (CLM). Sugeng mengatakan Eddi Hiariej diduga menerima uang senilai Rp 7 miliar melalui dua asistennya bernama Yosi Andik Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana. (*)