NewsNow.id, Jakarta – Warga adat di Pulau Rempang dan Galang, yang terhimpun dalam Himpunan Masyarakat Adat Pulau Rempang Galang (Himad Purelang), melayangkan gugatan pembatalan perjanjian tentang pengembangan dan pengelolaan kawasan Rempang dan pulau-pulau di sekitarnya, ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), hari ini, Senin (25/9/2023).
Melalui kuasa hukum yang tergabung dalam Tim Pembela untuk Keadilan Bagi Masyarakat Pulau Rempang-Galang (TPKM Purelang), Himad Purelang mendaftarkan gugatan perdata perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan oleh Presiden Jokowi, Menteri ATR/BPN, Wali Kota Batam, BP Batam, PT Makmur Elok Graha, Xinyi Glass Holdings Ltd, dan Nurhayati Suryasumirat (Notaris/PPAT).
Dalam lembar gugatannya, seperti disampaikan Ketua TPKM Purelang Petrus Selestinus, mayoritas warga Pulau Rempang adalah asli suku Melayu, suku Orang Laut, suku Orang Darat. Bermukim di Rempang sejak tahun 1834 hingga sekarang, dan mendiami 16 Kampung Tua di atas lahan seluas lebih kurang 1.700 Hektare (Ha).
“Sesuai Pasal 24 ayat (2) PP No 24 Tahun 1997, sejatinya warga Rempang sudah mendapatkan hak kepemilikan tanah/lahan karena telah menempati daerah tersebut tidak kurang dari 30-50 tahun. Dalam pasal tersebut dikatakan, seseorang yang menguasai fisik tanah selama kurun waktu 20 tahun secara terus menerus dapat mendaftarkan diri sebagai pemegang hak atas tanah tersebut,” kata Petrus di PN Jaksel, Senin (25/09/2023).
TPKM Purelang juga mengingatkan bahwa Presiden Jokowi saat kampanye Capres pada Pilpres 2019 telah menjanjikan akan memberikan sertifikat hak atas tanah kepada seluruh Kampung Tua di Kota Batam, termasuk di Pulau Rempang hanya dalam tempo 3 bulan setelah Pilpres. “Faktanya, hingga kini tidak ada sertifikat yang diberikan, malah terkesan Presiden RI ikut hendak menggusur warga Pulau Rempang,” sebut Petrus lagi.
Dalam provisinya, Himad Purelang meminta Majelis Hakim melarang BP Batam, Wali Kota Batam, dan PT MEG untuk melakukan aktivitas dalam bentuk apapun di Pulau Rempang atas nama dan alasan apapun. Juga, memerintahkan BP Batam dan Wali Kota Batam untuk menghentikan aktivitas mengobral tawaran tanah kaveling seluas 500 meter persegi dan rumah tipe 45 dan lainnya sebagai ganti rugi dan relokasi.
Juga membatalkan Akta Nota Kesepakatan Bersama (Memorandum of Understanding) Nomor 65, Tanggal 26 Agustus 2004 dan Akta Perjanjian Nomor 66, Tanggal 26 Agustus 2004, dengan segala akibat hukumnya.
Dimintakan pula majelis hakim menghukum BP Batam, Wali Kota Batam, PT MEG, Presiden RI, dan Kementerian ATR/BPN untuk membayar kerugiaan materiil secara tanggung renteng atas kerugian materiil yang diderita warga Rempang sebesar Rp 100 miliar. Juga, menghukum BP Batam dan Wali Kota Batam membayar akibat teror dan intimidasi yang dilakukan dengan menggunakan TNI-Polri terhadap warga Rempang. (RN)