NewsNow.id, Jakarta – Perjuangan warga Pulau Rempang melawan ancaman penggusuran terus berlanjut dengan partisipasi mereka dalam Aksi Kamisan edisi ke-827 di depan Istana Negara pada Kamis (15/8/2024) petang.
Sebelum ini, warga Rempang telah melakukan aksi protes di depan Kedutaan Besar (Kedubes) Tiongkok dan Kantor Kementerian Bidang Perekonomian di Jakarta, Rabu (14/8). Mereka menyuarakan penolakan terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City yang berencana merelokasi komunitas lokal dari kampung halaman mereka.
Keikutsertaan dalam Aksi Kamisan ini merupakan salah satu dari banyak langkah yang diambil oleh warga Pulau Rempang yang telah hampir satu tahun terlibat dalam konflik agraria dengan pemerintah. Konflik ini dipicu oleh rencana pembangunan PSN Rempang Eco-City di wilayah mereka.
Dalam aksi tersebut, warga mengenakan pakaian serba hitam dan membawa poster-poster dengan pesan perjuangan.
Sani Rio, salah satu warga Rempang yang ikut dalam aksi ini, merasa tergerak untuk hadir dan berbagi cerita tentang perjuangan mereka.
Dengan memegang poster bertuliskan “Hentikan Intimidasi Kepada Masyarakat Rempang”, ia menyampaikan bahwa dirinya dan warga lainnya terus berjuang demi mempertahankan hak untuk hidup di tanah leluhur mereka.
“Dengan niat hati untuk membela nenek saya, mamak saya dan saudara-saudara saya, maka saya berani untuk berdiri di sini,” ungkap Sani Rio.
Ia juga mengungkapkan bahwa perhatian pemerintah terhadap mereka semakin berkurang. Hak-hak yang seharusnya mereka terima hilang begitu saja karena menolak rencana PSN Rempang Eco-City yang akan menggusur kampung mereka yang telah dihuni turun-temurun selama ratusan tahun.
“Pembangunan yang seharusnya untuk kami, seharusnya mereka tahu berapa banyak yang harus diperhatikan, ternyata tidak,” katanya.
Yani, seorang warga Pulau Rempang lainnya, juga menyampaikan refleksi tentang makna kemerdekaan bagi mereka yang kini terancam penggusuran oleh pemerintah.
“Bagi kami, merdeka itu ketika kampung kami dibebaskan dari ancaman pemerintah,” ujarnya.
Yani menjelaskan bahwa kampung di Pulau Rempang bukan hanya tempat tinggal, melainkan juga identitas mereka sebagai Bangsa Melayu. Upaya mereka mempertahankan kampung adalah bagian dari menjaga eksistensi sebagai orang Melayu di pesisir Batam.
“Kampung kami bukan hanyalah tempat tinggal, tetapi identitas kami sebagai warga Melayu. Kalau kami tidak punya kampung, kami bukanlah Orang Melayu,” tegasnya.
Di tengah aksi, peserta Aksi Kamisan edisi ke-827 menggemakan dukungan untuk warga Pulau Rempang dengan teriakan “Rempang Melawan” yang disambut dengan “Tolak Relokasi” berulang-ulang.
Warga Pulau Rempang juga berkesempatan bertemu langsung dengan Maria Catarina Sumarsih, pegiat Aksi Kamisan yang menginisiasi aksi ini sejak 2007. Mereka saling berbagi dukungan dan doa untuk perjuangan konstitusional yang sedang mereka jalani, meskipun baru pertama kali bertemu.
Selain warga Rempang, refleksi dalam Aksi Kamisan kali ini juga disampaikan oleh perwakilan dari Bali dan Jakarta. Acara ditutup dengan puisi, nyanyian, dan doa.
Sebagai informasi, Aksi Kamisan telah berlangsung selama 17 tahun, sejak pertama kali digelar pada 18 Januari 2007, sebagai bentuk tuntutan terhadap keadilan hak asasi manusia (HAM) di depan Istana Merdeka, Jakarta. (*)