NewsNow.id, Jakarta – Masyarakat Tionghoa di Indonesia pernah mengalami masa kelam akibat kebijakan pemerintah. Salah satunya, ketika pemerintah memutuskan warga Tionghoa yang bermukim di Nusantara diwajibkan mengganti nama aslinya dengan nama Indonesia.
Bentuk-bentuk diskriminasi begitu kental terhadap warga Tionghoa di Indonesia. Baru di era pemerintahan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, warga Tionghoa bisa bernapas lega. Bahkan, Tahun Baru Imlek yang menjadi perayaan sakral warga Tionghoa, dijadikan Hari Libur Nasional.
“Kita bersyukur di era Presiden Gus Dur, warga Tionghoa memperoleh kembali haknya sebagai warga negara secara penuh. Masa-masa kelam itu harus tetap kita ingat sebagai sebuah sejarah yang tidak pernah hilang di bangsa ini,” kata Daniel Johan Anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam diskusi publik bertema ‘Imlek dan Sejarah Kelam Diskriminasi di Indonesia’, di Kantor DPP PKB, Jakarta, Jumat (20/1/2023).
Meski begitu, Daniel mengatakan, secara konstitusi warga Tionghoa di Indonesia telah dijamin oleh Konstitusi. “Kalaupun masih ada diskriminasi, utamanya terkait peribadahan, tapi itu dalam skala kecil. Namun, hal tersebut juga harus bisa diselesaikan oleh pemerintah,” ujarnya.
Daniel juga mengingatkan, keturunan Tionghoa di Indonesia juga harus dapat memberi sumbangsih nyata terhadap bangsa dan negara. “Keturunan Tionghoa harus berkontribusi aktif dan nyata bagi bangsa ini,” tukasnya mengingatkan.
Sementara itu, Azmi Abubakar, Aktivis HAM keturunan Aceh yang juga Pendiri Museum Pustaka Peranakan Tionghoa di Tangerang, yang menjadi salah satu pembicara mengatakan, saat ini bisa jadi kita (orang asli Indonesia) lebih Tionghoa dari orang Tionghoa sendiri. “Asimilasi warga Tionghoa di Indonesia sudah berlangsung sejak dahulu kala. Bahkan, mereka juga ikut berjuang menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” urainya.
Karena itu, dalam keseharian, lanjutnya, kita jangan membuat sekat-sekat lagi, melainkan berbaur secara nyata dengan siapapun. “Masa-masa kelam warga Tionghoa sudah selesai. Kini saatnya kita bersama membangun bangsa ini,” tuturnya.
Narasumber lain, Hasan Karman mantan Wali Kota Singkawang, Kalimantan Barat, mengisahkan betapa pedihnya perjuangan warga Tionghoa hidup di Indonesia sebelum ‘dibebaskan’ oleh Gus Dur. “Diskriminasi itu nyata, tapi sekarang telah sirna. Bahkan, sejumlah warga keturunan Tionghoa sudah bisa menjadi pemimpin di pusat dan daerah,” ucapnya.
Juru Bicara Milenial PKB Mikhael Sinaga menuturkan, saat ini generasi muda keturunan Tionghoa, sudah semakin mengambil peran penting dalam hidup berbangsa dan bernegara. “Harus dihindari sikap eksklusif dari para keturunan Tionghoa, tapi mau berbaur dengan sesama anak bangsa. Imlek yang dirayakan secara nasional menjadi bukti betapa pemerintah konsisten menghadirkan kesederajatan di negeri ini,” pungkasnya.
Daniel Johan menambahkan, PKB konsisten memperjuangkan kesetaraan, bukan hanya bagi warga Tionghoa, tapi juga bagi semua anak bangsa, khususnya kelompok-kelompok minoritas. “Kami lihat saat ini, banyak warga keturunan Tionghoa yang mendaftar sebagai calon legislatif untuk Pileg 2024,” serunya. (RN)