Mafia Tambang juga Mengancam Keselamatan Jurnalis
Mafia tambang pasir tersebut disebut-sebut terlibat dalam aktivitas yang mengancam keselamatan jurnalis, pegiat lingkungan, dan masyarakat sipil. Menurut Febriana, beberapa dari mereka dipenjara bahkan kehilangan nyawa. Dia mengaku, pihaknya menemukan banyak kasus kriminal yang terkait aktor penambang pasir ini di Nepal, Filipina, Sri Lanka, Vietnam, sampai India.
Di Bihar, India misalnya, mafia tambang pasir umumnya berasal dari kasta yang lebih tinggi. Para mafia tambang tersebut dengan paksa merampas tanah pertanian dari kasta yang lebih rendah. Aksi mafia tersebut terkadang melibatkan kontak senjata antara kelompok mafia yang berbeda. Pihaknya juga mewawancarai warga sipil yang menjadi korban kekejaman mafia tambang pasir di wilayah tersebut.
“Ketiga, tim ERC menginvestigasi bagaimana penambangan pasir berdampak pada kelompok rentan, seperti perempuan. Kami mewawancarai perempuan-perempuan dari Kenya, Indonesia, Kamboja, dan India. Penambangan pasir bukan hanya merusak rumah mereka, tapi juga lahan pertanian mereka dan mengancam ketahanan pangan,” papar Febriana.
Di Indonesia, kata dia, pihaknya mewawancarai sekelompok ibu yang melawan perusahaan penambangan pasir di Pasar Seluma, Provinsi Bengkulu dengan protes damai dan simbolik. Febriana melanjutkan, penambangan pasir laut oleh PT Flaminglevto Baktiabadi dituding mengancam ekosistem remis-kerang laut yang merupakan sumber pendapatan dan protein bagi masyarakat adat Serawai.
“Dari semua hasil investigasi kami itu, ada indikasi kuat bahwa penambangan pasir berdampak buruk pada lingkungan dan komunitas. Apalagi tidak ada aturan atau badan global yang memonitor eksploitasi pasir, yang merupakan sumber daya kedua terbanyak yang digunakan setelah air,” ujar Febriana.
Kolaborasi global dalam laporan ERC terwujud berkat dukungan donor dan mitra, termasuk Center for Investigative Reporting Sri Lanka (Sri Lanka), Kontinentalist (Singapura), Mekong Eye (Kamboja, Vietnam, Thailand), The Initium (China), Science Africa (Kenya), Tempo (Indonesia), The Reporter (Taiwan), NBC News (USA), The Philippine Center for Investigative Journalists (Filipina), dan Ukaalo (Nepal).
Temuan hasil kolaborasi tersebut diharapkan bisa menjadi rujukan bagi pembuat kebijakan di tingkat regional, nasional, dan global untuk membuat peraturan yang melindungi lingkungan dan kelompok rentan dari penambangan pasir laut yang merusak.