NewsNow.id – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam penindakan korupsi pada 2022 jauh melampaui capaian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal tersebut disampaikan ICW dalam laporan tahunan terbaru hasil pemantauan tren penindakan korupsi oleh Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan KPK. Koordinator Divisi Hukum dan Peradilan ICW Lalola Easter menjelaskan total potensi nilai kerugian keuangan negara yang berhasil diungkap ketiga institusi tersebut sekitar Rp42,747 triliun.
“Temuan umum yang terjadi pada 2022 yaitu 597 kasus, 1.396 orang tersangka, kerugian negara Rp 42,747 triliun. Kasus suap sebesar Rp693 miliar, pungutan liar Rp11,9 miliar, pencucian uang Rp955 miliar,” ujarnya, dikutip CNNIndonesia.com, Jumat (3/3/2023).
Jika dirinci, Lalola menyebut Kejaksaan Agung menjadi aparat penegak hukum yang menangani kasus korupsi dengan nilai kerugian negara terbesar, yakni mencapai Rp39,207 triliun. Ia mengatakan dari total 597 kasus korupsi yang ada di sepanjang tahun 2022, lebih dari separuh atau 405 kasus diantaranya juga ditangani oleh Korps Adhyaksa.
“Kejaksaan 405 kasus korupsi dengan 909 tersangka dan nilai kerugian negara dari kasus yang ditangani Rp39,207 triliun,” jelasnya.
Sementara itu Lalola menyebut KPK jauh tertinggal di bawah Kejaksaan Agung dengan potensi kerugian negara sebesar Rp2,2 triliun. Selanjutnya Kepolisian berada di posisi terakhir berhasil menangani korupsi dengan nilai kerugian sebesar Rp1,3 triliun.
“Kepolisian 138 kasus dengan 307 tersangka dan nilai kerugian negara Rp1,327 triliun. KPK 36 kasus dengan 150 tersangka dan nilai kerugian negara Rp2,212 triliun,” jelasnya.
Lebih lanjut, dalam laporan hasil pemantauannya, ICW juga menyoroti tren peningkatan kinerja penindakan kasus korupsi yang dilakukan ketiga institusi tersebut.
Secara umum ia menyebut ketiga institusi itu masing-masing mengalami peningkatan jumlah kasus yang ditangani. Hanya saja, kata dia, Kejaksaan Agung mengalami peningkatan paling tinggi dari 371 kasus pada 2021 menjadi 405 kasus pada 2022.
“Lalu kepolisian, di tahun 2021, jumlah kasus 130, tersangka sebanyak 244. Di tahun 2022 jumlah kasus 138, tersangka 337,” jelasnya
“KPK, di tahun 2021, jumlah kasus sebanyak 32, tersangka 115. Di tahun 2022 jumlah kasus 36, tersangka sebanyak 150,” sambungnya.
Berdasarkan hasil pemantauannya, Lalola mengatakan pihaknya juga memberikan sejumlah rekomendasi bagi ketiga lembaga penindak kasus korupsi tersebut. Pertama, ICW mengingatkan agar penindakan kasus korupsi yang sedang berlangsung harus dilakukan dengan prinsip transparansi dan mengedepankan akuntabilitas.
Kedua, ICW juga meminta agar aparat penegak hukum dapat lebih aktif untuk memaksimalkan upaya pemulihan aset hasil kejahatan. Ketiga, diperlukan sinergitas dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk membangun sinergi yang baik guna mendorong optimalisasi penelusuran aset hasil kejahatan tindak pidana korupsi.
“Keempat, setiap APH perlu melakukan evaluasi dan peningkatan kapasitas secara berkala bagi para penyidiknya,” jelasnya.
Sementara itu, ICW juga meminta agar Pemerintah dan DPR dapat segera mengesahkan sejumlah regulasi antikorupsi seperti RUU Perampasan Aset, RUU Pembatasan Transaksi Uang Tunai dan Revisi UU Tindak Pidana Korupsi.
“DPR harus memangkas pagu anggaran aparat penegak hukum yang terbukti kinerjanya buruk dalam menangani kasus korupsi,” pungkasnya. (*)