NewsNow.id, Jakarta – Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum diperkirakan bebas dari penjara pada April 2023. Saat sudah bebas itulah waktunya Anas untuk membongkar sejarah kelam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Hal tersebut dikatakan Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) I Gede Pasek Suardika, kepada awak media, di Auditorium Randi Yusuf, Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, KPK, Jakarta, Selasa (28/2/2023).
“Nanti beliau akan membuka tidak hanya sekedar sprindik bocor yang jadi problem sejarah hitam KPK waktu itu,” ujar Pasek.
Dijelaskannya soal surat perintah penyidikan (sprindik) Anas Urbaningrum dalam kasus korupsi proyek Hambalang yang bocor saat itu. “Bahasa dalam sprindik tersebut tidak independen dan terkesan ada intervensi kekuasaan saat itu untuk menyeret Anas dalam kasus-kasus lain selain korupsi proyek Hambalang,” jelasnya.
Padahal, seharusnya sprindik harus menyebutkan kasusnya secara tegas dan jelas serta tidak boleh disebutkan kasus-kasus lain.
“Coba sekarang, apakah ada sprindik seperti itu hari ini tidak ada proyek lain-lain tidak boleh seperti itu, harus jelas, peristiwa di mana, tahun berapa, kerugian berapa harus ada,” kata Pasek.
Selain itu, lanjutnya, putusan peninjauan kembali (PK) menyatakan Anas Urbaningrum tidak terbukti di mobil Harrier. Sementara, Anas dijadikan tersangka mobil Harrier.
“Tersangka dikembangkan terus kemudian Hambalang. Tidak terbukti juga di putusan PK. Lalu dihukumnya apa? Dia (Anas) itu dihukum gratifikasi di berbagai proyek-proyek lain yang bersumber dari APBN dan itu sprindik pertama kali dipakai bahasa yang lain-lain,” tukasnya.
Pasek menilai, saat ini KPK sudah berbeda dengan penanganan yang lebih terukur. Yang diproses hukum KPK saat ini adalah pihak yang betul-betul memenuhi unsur dua alat bukti yang cukup.
“Cara pendekatannya pun penangkapannya pun betul-betul dengan perhitungan yang matang. Saya kira ini lebih kita beri support ya. Memang kelihatannya tidak hingar bingar, tetapi menurut saya ini lebih terukur sebagai penegakan hukum. Pendidikanlah yang kemudian dimaksimalkan masuk di dunia senyap. Kalau kemarin kan hingar bingar diutamakan, tetapi kualitatif justru sangat lemah,” pungkasnya. (RN)