NewsNow.id, Jakarta – Di forum-forum internasional, Presiden Joko Widodo (Jokowi) selalu mengumandangkan kepedulian dan empatinya terhadap kawasan dan warga pesisir, nelayan, dan lainnya. Itu ditandai dengan niatan membenahi kawasan pesisir, menanam mangrove, dan sebagainya. Namun, keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, membalikkan semua itu.
“Di sini nampak jelas keaslian wajah rezim ini,” kata Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Parid Ridwanuddin, dilansir dari BatamNow.com, Senin (29/5/2023).
Dia menambahkan, “Semua yang dikatakan Presiden Jokowi di berbagai forum internasional, utamanya tentang pembenahan kawasan pesisir nampaknya cuma lips service saja. Keluarnya PP No 26/2023 ini menunjukkan wajah asli rezim ini yang kental dengan eksploitasi sumber daya alam untuk keuntungan segelintir tanpa memikirkan masyarakat luas”.
Dia melihat, pembukaan kembali ekspor pasir laut ini tentu ditunggangi oleh kepentingan korporasi atau sekelompok pengusaha yang diduga dibeking petinggi negara demi meraup cuan sebesar-besarnya. Sebab, bukan tidak mungkin sudah ada permintaan besar, namun selama ini terganjal moratorium.
Megawati Bekukan Izin Ekspor Laut, Dibuka Erat Kaitannya Pemilu 2024
“Kita semua tahu, sudah 20 tahun penambangan pasir laut dibekukan oleh Megawati Soekarnoputri, presiden kala itu. Anehnya, kok sekarang Jokowi yang buka kembali? Perlu ditelusuri, siapa diNbalik pembukaan moratorium itu. Patut diduga, pasti juga bukan orang jauh Jokowi yang mendesak itu harus dibuka,” kata Parid lagi.
Alasan pembekuan oleh Megawati jelas untuk melindungi pulau-pulau di Indonesia agar tidak hilang. Selain itu, hal tersebut merupakan bukti sikapnya yang pro terhadap wong cilik, terkhusus para nelayan yang mengaku hidupnya terancam gegara penambangan pasir laut.
Menurut Parid, Jokowi tidak mau belajar dari pengalaman sebelumnya, dimana kenapa dulu sampai dibekukan? Pasalnya, wilayah Singapura semakin luas, sementara Indonesia banyak kehilangan pulau-pulau. “Jadi, Jokowi mau mengulangi kesalahan yang sama. Dia tidak mau belajar kenapa dulu Presiden Megawati melakukan pembekuan ekspor pasir laut,” tukasnya.
Disinyalir juga, pembukaan keran ekspor pasir laut ini erat kaitannya dengan Pemilu 2024. “Bukan tidak mungkin, sejumlah pengusaha penambang pasir laut sudah kongkalikong dan siap menjadi ‘sponsor’ bagi Capres tertentu di Pilpres 2024 nanti, tapi dengan syarat ekspor pasir laut dibuka. Sebab, kenapa sudah mau Pemilu, baru dibuka keran ekspor pasir laut ini,” serunya.
WALHI menyayangkan pembukaan ekspor pasir laut ini. “Kami akan dorong pemerintah untuk mencabut aturan tersebut. Rabu besok, perwakilan dari 20 Direktur WALHI di daerah-daerah akan menyerukan Presiden untuk mencabut PP tersebut dan mempermanenkan larangan penambangan pasir laut di seluruh Indonesia, termasuk kebijakan-kebijakan lainnya,” tegas Parid.
Pada pertengahan Mei 2023 lalu, Jokowi meneken PP 26/2023 ini. Meski titel PP ini Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, namun diduga fokus utamanya adalah pembukaan ekspor pasir laut, seperti yang tertera pada Pasal 9-11 PP tersebut.
Sebelumnya, ekspor pasir laut sudah dihentikan oleh pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan SKB Nomor 89/MPP/Kep/2/2002, Nomor SKB.07/MEN/2/2002, dan Nomor 01/MENLH/2/2002 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Alasan pemerintah saat itu lantaran telah terjadi kerusakan ekosistem wilayah pesisir akibat pengerukan yang ugal-ugalan. Namun, di balik itu, pasir laut Indonesia kerap diekspor untuk memperluas wilayah Singapura. (RN)