NewsNow.id – Mantan terpidana dengan hukuman di atas lima tahun baru dapat mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) usai lima tahun keluar dari penjara.
Dilansir CNNIndonesia.com, hal itu diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara dengan Nomor 12/PUU-XIX/2023 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) sebagai pemohon.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan, Selasa (28/2/2023).
Melalui putusannya, majelis hakim konstitusi menyatakan Pasal 182 huruf g UU Pemilu tidak berkekuatan hukum mengikat dan mengubahnya menjadi:
(i) tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa.
(ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana
(iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
Sebelumnya hanya syarat mantan terpidana untuk calon DPD yang berlainan dengan jabatan lainnya, yakni kepala daerah dan anggota DPR dan DPRD. Hal itu tertuang dalam dua putusan MK sebelumnya, yakni Putusan Nomor 56/PUU-XVII/2019 dan Putusan Nomor 87/PUU-XX/2022.
Perbedaan inilah yang membuat Perludem menggugat pasal 182 huruf g itu ke MK. Perludem mengatakan perbedaan syarat itu menimbulkan inkonsistensi. Padahal seluruhnya sama-sama dipilih langsung oleh rakyat.
Artinya, dengan putusan terbaru ini, maka syarat bagi mantan terpidana mencalonkan diri di kontestasi kepala daerah, DPR, DPRD, dan DPD menjadi sama. (*)