NewsNow.id, Jakarta – Wacana pembentukan pengadilan agraria yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, kian santer. Namun, pro kontra mulai bermunculan.
Bagi Muhammad Rizaldi Peneliti Indonesia Judicial Research Society (IJRS), pembentukan pengadilan tanah bukan solusi untuk menyelesaikan masalah mafia tanah.
“Kita harus jujur melihat bahwa pengadilan masih dipenuhi oleh oknum yang memperjualbelikan perkara. Lain hal jika hakim-hakim yang ada kemudian dipilih dan dilatih untuk mendapatkan sertifikasi hakim agraria seperti sertifikasi hakim lingkungan,” ujarnya di Jakarta, Senin (13/2/2023).
Menurutnya, tidak perlu secara spesifik membentuk pengadilan agraria. Cukup memberi pelatihan kepada hakim-hakim yang ada sehingga bisa mendapatkan sertifikasi hakim agraria. “Membuka suatu pengadilan, tentu butuh anggaran yang tidak kecil. Jauh lebih baik melatih para hakim, membekali dengan pengetahuan agraria,” ujarnya.
Rizaldi menilai, kompartementasi pengadilan hanya akan mempersulit akses keadilan. Sebab, banyak perkara tanah justru dihadapi oleh orang miskin yang awam hukum. “Jadi bukan pengadilannya yang dibikin khusus, melainkan hakimnya yang dilatih dan aksesnya dibuka ke masyarakat,” tukasnya.
Pendapat berbeda diberikan oleh Mahkamah Agung. “Kami menyambut baik usulan pembentukan pengadilan pertanahan tersebut, misalnya dengan sertifikasi hakim pertanahan seperti pada pengadilan niaga dan pengadilan tindak pidana korupsi,” ujar Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA Sobandi Sobandi, di Jakarta, hari ini.
Dia mengatakan, pemerintah dalam beberapa rapat kabinet telah membahas pengadilan tanah yang berbeda dari pengadilan biasa guna menyelesaikan permainan mafia tanah. (RN)