NewsNow.id, Jakarta – Jelang akhir kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), kian nampak negara ini berada dalam cengkeraman kelompok oligarki. Pun, Presiden Jokowi begitu luwes berada di lingkaran itu.
Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, menjadi bukti kekuatan oligarki kian lihai bermain. Betapa tidak! Tanpa ada kasak-kusuk apa-apa, tiba-tiba aturan yang diduga fokusnya pada pembukaan kembali ekspor pasir laut tersebut, dirilis pertengahan Mei 2023 lalu.
“Kami melihat ada politik bahasa di balik title PP Nomor 26 Tahun 2023 itu. Pembuat PP menyebut sedimentasi laut. Padahal, pasir laut tidak termasuk sedimentasi. Kalau lumpur iya benar,” kritik Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Parid Ridwanuddin, dikutip dari BatamNow.com, Selasa (30/5/2023).
Sepertinya, sambung Parid, Jokowi berusaha mengelabui masyarakat dengan menggunakan kata ‘Sedimentasi Laut’. Dari penelusuran diketahui, sedimen laut adalah bahan yang tidak larut dengan air, seperti batuan dan partikel tanah dan mengendap di lautan dan menumpuk di dasar laut. Sedimen laut dapat berupa sisa organisme laut, hasil dari vulkanisme bawah laut, endapan bahan kimia yang berasal dari air laut dan juga bahan dari luar angkasa, seperti meteorit.
“Aneh kalau pasir laut dimasukkan ke dalam kategori sedimen laut. Itu tidak masuk akal dan terkesan dipaksakan. Justru di situ makin nampak kalau pembuat PP itu tidak paham dan memaksakan keinginan ekspor pasir laut ke dalam PP tersebut. Atau bisa juga, memang sengaja PP itu dibahasakan demikian supaya frame berpikir rakyat tidak mengarah ke soal ekspor pasir laut yang menjadi salah satu item di dalam regulasi tersebut,” ucapnya kritis.
Tak hanya itu, lanjut Parid, PP 26/2023 jelas-jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang direvisi dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. “Kalau sudah menabrak begitu, sesuai hierarki perundang-undangan, jelas PP itu menyalahi dan harusnya tidak bisa diberlakukan,” tegasnya.
Dia mengatakan, ada kecenderungan saat ini kelompok oligarki tengah coba mengeruk mega cuan sebesar-besarnya untuk ‘amunisi’ Pilpres 2024. “Mereka menghalalkan segala cara, termasuk kalau harus menabrak peraturan di atasnya,” duga Parid lagi.
Wilayah kepulauan menjadi sasaran empuk penambangan pasir laut untuk keperluan ekspor. Seperti di Batam, Kepulauan Riau, dengan keluarnya aturan ini diperkirakan aktivitas penambangan pasir laut akan kian marak. Tidak ada aturan pun, secara diam-diam penambangan tetap berjalan, apalagi kalau dilegalkan.
“Sangat disayangkan keluar aturan tersebut. WALHI secara tegas menolak dan meminta agar peraturan tersebut dicabut. Bahkan, larangan penambangan pasir laut harus dipermanenkan di seluruh Indonesia,” tukasnya. (RN)