4. Kelenteng Chandra Nadi, Palembang
Kelenteng ini sering juga disebut dengan kelenteng Dewi Pengasih atau Soei Goeat Kiong. Berada di Jalan Perikanan, Kelurahan 10 Ilir, Kecamatan Seberang Ulu 1, Kota Palembang, kelenteng ini konon didirikan pada 1839 menurut tulisan Cina di papan pintu masuk.
Bangunan sekarang ini konon merupakan pengganti kelenteng lama yang terbakar puluhan tahun sebelumnya.
Kelenteng ini merupakan tempat penghormatan atau pemujaan terhadap Dewi Kwan Im (Dewi Utama). Secara umum kelenteng ini mempertahankan bentuk arsitektur Cina yang kuat, seperti terlihat pada bentuk atap, pintu, dindingnya, warna-warna dominan dalam kebudayaan cina (merah) dan ornamen-ornamen dalam mitologi cina.
5. Kelenteng Tek Hay Kiong, Tegal
Kelenteng ini merupakan bukti keberadaan etnis Tionghoa di Tegal yang sudah ada pada masa kolonial.
Masyarakat percaya bahwa kelenteng ini didirikan pada 1690, tapi ada juga yang menyebutnya dibangun pada 1760 oleh seorang Kapiten atau Kapten Souw Pek Gwan dengan nama Kelenteng Cin Jin Bio.
Pada 1873, kelenteng ini direstorasi oleh Kapiten Tan Koen Hway yang saat itu menjadi kapiten di Kota Tegal.
Dewa yang disembah di kelenteng ini adalah Tek Hay Cin Jin yang konon pernah menetap di Tegal dan dikenal sebagai sosok perlawanan terhadap VOC saat terjadinya pembantaian warga Tionghoa di Batavia pada 1740.
6. Kelenteng Kim Tek Le, Jakarta
Dibangun pada 1650, Kelenteng Kim Tek Le yang terletak di Jl Kemenangan III No. 13 (Petak 9) Glodok, Jakarta Barat, ini disebut sebagai kelenteng tertua di Jakarta.
Kelenteng ini didirikan oleh seorang Letnan Tionghoa bernama Kwee Hoen dan dinamakan Koan Im Teng. Kelenteng ini sempat dirusak pada tragedi pembantaian Angke pada masa kolonial Belanda.
Pada 1755, Kapten Oie Tjhie memugar kembali kelenteng itu dan dinamai Kim Tek le yang berarti kelenteng kebajikan emas. Nama ini memuat pesan agar manusia tidak hanya mementingkan materi, tetapi juga kebajikan sesama manusia.
7. Kelenteng Liong Hok Bio, Magelang
Kelenteng Liong Hok Bio dibangun Kapitien Be Koen Wie (Tjok Lok), seorang saudagar kaya dari Kota Solo. Dia pindah tugas ke Magelang atas perintah Belanda. Dia mendirikan bangunan ini di atas tanah yang dia hibahkan.
Terletak di Jalan Alun-alun Selatan No 2, Kota Magelang, kelenteng ini merupakan yang Magelang. salah satu ciri khasnya adalah wadah hio atau hiolo raksasa dengan tinggi 158 sentimeter, diameter 188 sentimeter dan berat 3,8 ton. (*)