NewsNow.id, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Adang Darajatun Fraksi PKS menemukan fakta praktik jual beli pasal pada penyelesaian perkara keadilan restoratif (restorative justice).
“Ada laporan yang masuk bahwa telah terjadi praktik jual beli pasal pada penyelesaian perkara dengan model restorative justice,” kata Adang, di Gedung DPR RI, Jakarta, hari ini, Rabu (18/1/2023).
Nampaknya, ada kecenderungan metode ini membuka ruang, terutama bagi masyarakat berekonomi tinggi untuk ‘membeli keadilan’. Jadi, pemahaman restorative justice dalam menyelesaikan suatu perkara sudah bergeser,” ujarnya.
Dia menganggap, praktik ini tidak main-main. Dan, bisa kian marak kedepannya. “Oknum-oknum di kepolisian pun bisa memanfaatkan hal tersebut dengan berkongkalikong dengan pemilik uang. Ini harus didalami,” tukasnya.
Sementara itu, pengamat kepolisian Bambang Rukminto membenarkan hal tersebut. “Konsep restorative justice dalam menangabi perkara saat ini telah dimanfaatkan oknum-oknum untuk kepentingan tertentu. Model itu malah menjadi alasan legalisasi praktik-praktik jual beli pasal oleh penyidik kepolisian,” ungkap Bambang, di Jakarta, Rabu (18/1).
Dirinya mengaku, sejak awal dikumandangkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dia sudah menyampaikan hal tersebut. “Hal itu terjadi karena petunjuk pelaksana (juklak) restorative justice tidak atau belum dipahami anggota Polri di level bawah. Ditambah lagi, praktik-praktik jual beli perkara sudah ada sejak lama,” bongkarnya lagi.
Menurutnya, diskresi penyidik tanpa kontrol dan pengawasan yang ketat, sekaligus minim akuntabilitas menyebabkan praktik jual beli perkara dengan alasan restorative justice menjadi hal yang biasa dan jamak dilakukan.
Karenanya, ia meminta Kapolri mengidentifikasi permasalahan tersebut. Kemudian, menutup celah-celah dari permasalahan itu agar tidak kembali terjadi.
“Itu tidak bisa dipecahkan hanya statement atau seremoni-seremoni saja. Apalagi cuma sekadar “wayangan” tanpa ada langkah-langkah nyata terkait penerbitan juklak, kontrol dan pengawasan,” pungkasnya. (RN)